Selasa, 22 Januari 2013

Motivasi UN


Memotivasi Siswa Menghadapi UN

Oleh : Thomas Sutasman

Ujian Nasional (UN) masih menjadi puncak kegiatan siswa selama belajar di tingkat pendidikan. Apapun yang dilakukan sekolah (baca: guru) tercurah untuk keberhasilan UN. Yang terjadi,  seringkali UN hanya menjadi ajang gengsi orang tua dan sekolah. Orang tua dan sekolah merasa puas akan keberhasilan siswanya dalam UN. Mau tidak mau, UN masih akan dilaksanakan tahun ini. Akibatnya,  mulai sekarang, guru sudah setengah mati untuk mempersiapkan siswa menghadapi UN, walau siswanya masih merasa santai atau tidak termotivasi.
Tugas berat yang berada pada beban sekolah, selain materi UN, adalah memotivasi siswa untuk berprestasi. Padahal memotivasi siswa bukan perkara yang gampang. Motivasi berprestasi merupakan konsep personal yang inheren yang merupakan faktor pendorong untuk meraih atau mencapai sesuatu yang diinginkannya agar meraih kesuksesan. Untuk mencapai kesuksesan tersebut  setiap orang mempunyai hambatan-hambatan yang berbeda. Apabila orang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi, hambatan-hambatan tersebut akan dapat diatasi dan kesuksesan yang dinginkan dapat diraih. Dengan demikian, memiliki motivasi berprestasi maka akan muncul kesadaran bahwa dorongan untuk selalu mencapai kesuksesan (perilaku produktif dan selalu memperhatikan kualitas) dapat menjadi sikap dan perilaku permanen pada diri seseorang.
Menurut Bendura (1992) bahwa  bila seseorang memiliki rasa yang kuat tentang kemampuan dirinya, maka akan mendesak usaha yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menantang dari pada orang yang memiliki keraguan diri akan kemampuannya. Adanya perasaan mampu untuk berprestasi yang dimiliki oleh seseorang, akan memberikan kontribusi yang sangat besar pada aspek percaya diri, yaitu bahwa ia akan merasa yakin dengan kemampuannya untuk dapat mencapai suatu prestasi tertentu. Untuk itu,  memotivasi siswa untuk  berprestasi dalam UN berpijak pada siswa itu sendiri. Tugas sekolah adalah mengarahkan siswa untuk mempunyai motivasi berprestasi dengan mengetahui siapa dirinya dalam hubungannya dengan orang lain dimana mereka terlibat.
Seperti dikatakan di atas, memotivasi siswa bukanlah hal yang mudah. Apalagi masih ada siswa yang terbiasa instan menganggap  UN masih lama berlangsung, dan menjadi rahasia umum di kalangan siswa bahwa dalam UN bisa menyontek atau curang,  menjadi alasan utama bahwa UN tidak menjadi suatu tantangan bagi siswa. Hal pertama yang perlu dijelaskan dan dipahamkan  kepada siswa bahwa UN adalah masih menjadi penentu kelulusan, maka harus dipersiapkan lebih lama.
Kedua, sekolah perlu meluangkan waktu khusus bersama siswa dua sampai tiga hari untuk melakukan rekoleksi atau gladi rohani atau week end dengan mengundang motivator atau orang yang berkompeten.  Dalam kegaitan tersebut, siswa dibimbing agar termotivasi dalam menghadapi UN sebagai salah satu jalan keberhasilan hidup, sekaligus sebagai sarana untuk pembinaan mental siswa. Dimana, keberhasilan siswa bukan menjadi keberhasilan diri sendiri saja, melainkan butuh keterlibatan orang lain dalam dirinya.
Ketiga, dalam pembelajaran keseharian di sekolah, siswa diarahkan  untuk terlibat aktif dengan peduli terhadap temannya yang kurang. Dengan demikian, kepercayaan diri siswa  tumbuh  dan salah satu wujud membantu teman dalam waktu yang tepat. Proses pembelajaran tidak sekedar sisitem drill saja, namun diarahkan pada proses berpikir. Selain itu, proses pembelajaran tetap mengunakan model-model pembelajaran yang menyenangkan, agar UN tidak menjadi beban yang berat bagi siswa.
Keempat, membangun iklim persaingan yang sehat, jujur,dan terbuka. Kejujuran dalam UN merupakan hal hakiki yang harus dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam UN. Biasanya sekolah mempersiapkan UN sekolah mengadakan lebih dari satu kali try out atau latihan UN. Apabila dalam tryout  siswa sudah dibiasakan  mencontek atau berbuat curang lainnya, maka dalam hari-H UN, siswa cenderung untuk berbuat serupa.  Kepercayaan diri siswa  telah hilang. Kemampuan untuk mengerjakan soal UN tergantung pada orang lain, bukan dirinya sendiri. UN yang jujur sangat tergantung pada proses menuju UN itu sendiri.  Kurang berarti walau soal UN dibuat dengan 20 tipe soal akan membuat UN jujur, namun proses menuju UN tidak jujur.  Kesadaran yang perlu dikembangkan adalah UN yang jujur menjadikan persaingan yang sehat antarsiswa juga antarsekolah.
Tak kalah pentingnya, adakan dialog antara sekolah dan orang tua tentang perkembangan siswa. Tugas berat sekolah untuk memotivasi siswa tanpa didukung orang tua siswa di rumah menjadi hal yang sia-sia. Keprihatinan yang acapkali terjadi adalah semua tanggung jawab pendidikan anaknya (siswa) selalu dibebankan pada sekolah. (*)